Semburat
Cinta
Dalam Sinar Bintang
Senja
--Braaakkk!!!!---
Bunyi yang mngejutkan dari sudut
jalam Melati senja itu. Tak seorangpun disana. Sepi, hening. Hanya ada 2 orang
yang saling bertatapan namun dengan keadaan kendaraan yang tak begitu baik.
“aduuuuch…….” Rintih si gadis
berjilbab biru itu.
“ech ayo tak bantu berdiri mbak..”
tawaran seorang lelaki berpeci putih yang sedari tadi menatapnya tak henti.
“nggak usah, bukan muhrim. Ech kalau
naik motor nggak usah telfonan mas, jadi nggak hati-hati kan, gini motorku yang
jadi korbannya..” celoteh gadis imut itu dengan nada apa adanya yang ia
rasakan.
“iya dech maaf. Ada yang luka
nggak,?” tanya lelaki itu.
“nggak”
“bener nich,?”
“hm.. tapi motorku nich lecet!!”
“mau dibawa ke bengkel apa gimana,?”
“ech nggak usah, nggak papa mas.
Bantu hidupin aja mas.” Ternyata motornya ngambek setelah jatuh (hohoo)
“nich sudah mbak” dengan memberikan
motor si gadis itu dengan tanpa berkedip pun (hahaaa terpesona mungkin)
“ya sudah, Aku duluan mas. Hati-hati
kalau naik motor, jangan diulangi lagi!!” pesannya dan seketika itu langsung
meninggalkan sudut jalan Melati itu.
Pertemuan
itu mereka akhiri dengan senyuman diantara keduanya. Tapi, sepertinya kedua
insan itu saling bertukar rasa. Ya, rasa, entah rasa apa itu. Gadis berjilbab
biru itu sudah meninggalkan tempat itu, namun lelaki berpeci putih itu belum
juga meninggalkan lokasi itu. Lelaki itu tampak memperhatikan gadis tadi dan
nampaknya pun ingin mengenalinya.
Di
tengah jalan dalam fikiran gadis imut itu bertanya “siapa lelaki berpeci putih
tadi ya,?” tegas fikirannya.
Naza,
si gadis imut dengan nama lengkap Naza Azkiya Ulfina. Siswi di Madrasah Aliyah
Al-‘Uluwiyyah. Seorang gadis yang sangat menekuni beberapa organisasi serta
kegiatan-kegiatan di Madrasahnya. Ia juga mengambil jurusa IPA. Ia pun termasuk
siswi aktif di kelasnya. Tak heran kalau ia dikenal dekat teman-temannya.
Cerewet pula. Namun ia tak mau dibilang lebay karena menurutnya ia apa adanya.
***
Setelah
meninggalkan tempat kecelakaan ringan tadi Naza menuju rumah Chusna, kawan dekatnya. Karena
sebelumnya mereka sudah punya rencana bahwa sore ini akan ke toko buku.
“assalamu’alaikum,” ucap Naza sambil
mengetuk pintu rumah Chusna.
“wa’alaikumsalam, ya sebentar”
jawaban dari dalam rumah.
Tak lama kemudian pintupun terbuka.
“Hech, lama bener, padahal udah sms
dari tadi ngomongnya OTW tapi nggak sampai-sampai. Ya sudah tak tinggal masuk
lagii kan”,
“hiiich kamu si nggak tau. Akau tadi
kena musibah ringan kok”
“haaaa??? Musibah ringan???? Kenapa
nho??”
“tadi di pojok jalan Melati sana aku ditabrak orang.
Untung nggak kenapa kenapa,”
“oalach.. ya sudah yang penting nggak ada yang luka
tha?? Langsung ke toko buku aja yuk,”
“ayo lach”
Perjalanan
10 menit. Di tengah perjalanan mereka saling bercerita, entah apa yang mereka
obrolkan tapi nampaknya serius. Obrolan mereka terhenti barengan dengan
sampainya mereka di depan toko buku. Mereka langsung masuk dan Chusna pun
menuju kea rah buku-buku sastra serta novel-novel, sedangkan Naza menuju pada
setumpukan buku sastra lama. Disaat seriusnya ia memilih buku-buku itu.
Tiba-tiba………
“hech mbak”
“astaghfirullah… hiiich ngagetin wae
sampeyan”
uuuUUuuuu….. ternyata lelaki berpeci
putih itu lagi.
“disini juga mbak,?”
“ya,” jawaban singkat dari Naza.
“umb tadi buru-buru itu mau ke toko
buku tha,”
“ya, bisa jadi” –ach kepo banget
ya- (batin Naza)
“oh ya, maaf buat yang tadi.”
“sudah tak maafin mas.”
“rumahmu mana tha mbak??”
“deket Madrasah Al-Imaan, timur
Masjid At-Taqwa”
“lho,? Daerah situ?? Kok nggak pernah
liat ya??” nampaknya kepo, tapi padahal lelaki itu sering melihat Naza di
daerah situ.
Belum di jawab Naza, tapi Chusna
keburu datang. Haduuh terpotong dech obrolannya. (huhuuu kasihaan)
“ya sudah, duluan ya mas,” Naza
menutup obrolan mereka dan langsung menarik tangan Chusna ke kasir dan
langsung pulang.
“Ech Za, cowok tadi siapa?? Kok nggak
pernah cerita kalau punya temen ganteng?” celetuk Chusna saat mereka tengah
memandangi sinar senja yang indah di ufuk barat.
“hech, bukan temen. Lha wong baru
kenal kok. Manis juga kan? Hahaa”
“ciiyeeeeeeee pandangan pertama
nich.”
“bisa jadi. Kayaknya santri dech Na,”
“hahaaa kenalan dimana nho,?”
“di toko buku tadi. Heheee”
“lho? Beneran? Kok kelihatannya sudah
akrab gitu?”
“hech di itu yang nabrak aku,”
“oalach cinta pandangan pertama di
sudut jalan Melati pada senja ini,”
“iiiiiich apaan si. Sudah lach pulang
yuk. Besok-besok lagi ya”
“its OK. Hati-hati di jalan ya”
Bergegas
Naza mengajak kedua kakinya meninggalkan tempat indah itu.
Chusna,
teman dekat Naza sejak SD dulu. Yang punya nama lengkap Chusna Zakiya. Siswi di SMA 3 AL Hikmah. Ia bertempat
tinggal tak jauh dari tempat tinggal Naza. Chusna pun juga punya LDR lho, alias
Long Distance Relationship. Lama
Chusna dekat dengan cowok yang punya nama asli Ilham Mubarok. Namun, hari-hari
ini hubungan mereka tak begitu baik. Menurut Naza, ada orang ketiga di balik
kisah hatinya.
***
Rembulan
semakin terang, hatinya benderang, rasanya tak terbilang, berpijar-pijar lebih
dari kunang-kunang, tiada kelam yang terulang karena kini hati telah gembira
riang.
Malam
ini Naza tampak gembira, bahkan hatinya seperti disirami kebahagiaan. Mungkin
masih terfikir sosok lelaki berpeci putih tadi. Di sisi lain, ia baru saja
mendengar lantunan adzan dari seorang santri yang ia kagumi sejak santri itu
berada di Masjid dekat rumahnya. Tapi sayangnya, ia belum tahu siapa nama
santri itu. Bahkan wajahnya pun belum pernah dilihatnya, ia hanya menyebut
santri itu dengan sebutan “mas adzan” (hohoho. Aneh-aneh saja ^^). Lama sudah
ia ingin mengenal sosok santri yang bersuara khas itu, tapi terlalu lama. Ya,
namun ia tetap teguh menantinya.
Terhanyut
dalam lamunan yang entah kemana arahnya. Ia pun terfikir dengan santri berpeci
putih tadi sore. Ia juga merasa sudah mengenalnya, apalagi logatnya bicara tadi
hampir mirip dengan suara santri yang biasa melantunkan Al-Qur’an serta adzan
itu.
“assalamu’alaikum,” tiba-tiba ada
yang mengetuk pintu dengan mengucap salam.
Saat itu pula Naza meninggalkan
lamunannya. Di rumah tak ada siapa-siapa jadi ia yang harus membukakan pintu.
“wa’alaikumsalam,” Naza terkejut,
ternyata sosok lelaki berpeci putih itu yang datang ke rumahnya.
“ech lho?? Cari siapa ya mas?”
“bapaknya ada mbak?”
“maaf bapak baru tindak ke rumah
saudara, ada apa ya,?”
“oalach, kira-kira pulang jam
berapa?”
“nanti jam 9’an mungkin,”
“ya sudah besok tak kesini lagi”
“iya, ada pesan yang mau disampaikan
nggak mas,?”
“nggak, nggeh mpun wassalamu’alaikum”
berpamitan dan lelaki itu langsung beranjak pergi.
“wa’alaikumsalam”
Naza langsung menutup pintu kembali.
Penuh senyum kebahagiaan, senyuman tak henti-henti dari parasnya. Tapi ia juga
heran kenapa lelaki itu datang kerumah, cari bapak pula. Ya, fikirannya juga
penuh pertanyaan tentang sosok lelaki berpeci putih.
Sebenarnya
lelaki itu sudah tahu siapa Naza dan siapa Naza.Tapi dia mencoba menutupinya,
dan Karena dia juga ingin kenal Naza lebih dekat lagi.
***
Fajar memecah langit, menyeruak di antara awan-awan yang merengkuh malam. Angin yang luar biasa sejuk berhembus. Membangunkan pohon-pohon yang terlihat kecil di pundak gunung seakan angin berkata “Selamat pagi, mari kita hidupkan dunia ini”. Di atas sajadah biru, Naza melantunkan bacaan-bacaan Al Qur’an dengan suara lirih. Namun Nampak keras dalam kesunyian fajar.
Fajar memecah langit, menyeruak di antara awan-awan yang merengkuh malam. Angin yang luar biasa sejuk berhembus. Membangunkan pohon-pohon yang terlihat kecil di pundak gunung seakan angin berkata “Selamat pagi, mari kita hidupkan dunia ini”. Di atas sajadah biru, Naza melantunkan bacaan-bacaan Al Qur’an dengan suara lirih. Namun Nampak keras dalam kesunyian fajar.
Mentari
terbit, mengintip dari ujung timur, sinar lembutnya membelai lembah dan merasuk
jendela-jendela rumah. Pepohonan yang dibangunkan angin mengenghembuskan kabut
yang berlari menjauhi sang mentari.
Hari
jum’at, semua anggota keluarga Naza kumpul di rumah. Karena hari ini, hari
libur dari semua kegiatan, tapi tidak untuk kegiatan di rumah. Setelah sarapan
bersama, Naza mulai membuka pembicaraan.
“Pak, tadi malam ada yang cari bapak kok” ucapnya sambil
meneguk air putih.
“Siapa nduk?, ada pesan ndak?”
“Nggak tau, kayaknya santri kok.
Nggak pernah lihat eg pak”
“Oalah, pasti itu Farhan”
“Lho, bapak kenal dia?”
“Lha iya to, kemarin dia bilang. Mau
ada perlu sama bapak, tapi belum ada waktu. Mungkin baru ada waktu tadi malam, malah bapak
ganti bapak yang nggak bisa”
“Dia santri mana to pak?”
“Itu to, PPTQnya mbah kyai Fahrobi”
“Emm.. Di PPTQ Ar Rohman itu ya pak?”
(Kaget, kagum, bahagia entah apa saja yang Naza rasakan)
“Ya sudah bapak mau ke pekarangan
belakang dulu”
Seraya
bapak beranjak pergi, Naza berfikir. –kok kenal ya?, kenapa aku baru tau? –
Tak lama kemudian, Naza pun juga
beranjak dari tempat duduk tadi. Namun saat melangkah untuk ketiga, lelaki
berpeci putih itu tampak di depan pinti.
“Assalamu’alaikum”
“Eh, Wa’alaikumsalam. Cari bapak ya?”
“Iya”
“Ya sudah, monggo pinarak dulu”
Naza pun menuju pekarangan belakang rumah. Dan setelah
bapaknya menuju ruang tamu ia tak ikut, ia juga tak mau muncul di sana.Tapi tak
sengaja ia banyak mendengar obrolan mereka di balik pintu ruang tengah. Dan
ternyata Farhan itu sosok insan yang sering melantunkan Al Qur’an dan Adzan di
Masjid At Taqwa. Pantas saja ia seperti sudah mengenal Naza. Semenjak itu, Naza
mulai menyelidi dan cari tau tentang sosok santri itu.
.....
Senja kini ditemani gerimis. Awan
yang mulanya senyum kini tampak murung dan tak ingin menebarkan senyumnya. Kala
itu Naza baru pulang dari rumah Rani yang ada di jantung kota indah ini. Gerimis pun mulai berlarian
dengan cepatnya, awan semakin murung pada
gerimis dan petir agaknya semakn memeluk kota ini. Tiba-tiba
handphonenya memanggil, ternyata ada sms masuk
Dlm
khampaan, slalu hnggap d anganQ akn wjahmu,. Sjak Q sring mlihat kau d dpan
rumah,.. 5af jka aQ lncang n mngkin kau blum tau cp aQ,.. Q hnya ingin
mngungkpkan sbuah rasaQ saja.. #F
Serentak ia terkejut akan isi sms
itu. Pikiran Naza pun bertanya-tanya.
“Dari siapa sms
itu?” seketika bola matanya tertuju pada huruf berinisial ‘F’.
Tanpa berfikir
panjang Naza membalas sms dari orang yang berinisial ‘F’.
Afwan,
ini cp y,?. Ap anda slah krim,?
Seketika ada
balasan dari nomor yang sama
Maaf
jka aku lncang padamu.. tp hati ini tk mampu me2ndam rindu.. aku Farhan
Melihat kata Farhan ia sangat
terkejut dan bertanya-tanya pada hatinya, “Apa ini mimpi?”
Dalam hati Naza, ia memang memendam
rasa yang begitu dalam pada Farhan. Berawal dari tabrakan ringan itu dan
lantunan Al-Qur’an nya, tumbuhlah benih-beni cinta diantara keduanya. Naza pun
tak menghiraukan sms Farhan. Karena ia berfikir terlalu cepat cinta itu terucap
dalam bibir Farhan.
......
Sinar mentari pagi pun datang
menghamiri kabut yang begitu indah pagi ini. Handphone Naza seketika bernyanyi
merdu. Naza pun meraihnya dan mengangkat telefon itu.
“assalamu’alaikum”
ucap Naza
“wa’alaikumsalam”
jawab suara sesosok lelaki yang ternyata adalah Farhan.
“Naza, maaf jika
aku terlalu lancang padamu. Ku harap kau tak sedikitpun membenciku. Hanya
dirimu yang mampu mengisi kekosongan hatiku. Pancaran seyummu begitu indah
mewarnai kehidupanku. Dalam gumpalan darah aku memendam rasa yang begitu indah.
Rasa makhabbah (cinta) ku padamu. Aku sangat berharap cintaku padamu kan
terbalas dengan cinta yang aku persembahkan untukmu.” Jalas Farhan dengan nada
puitisnya.
“apakah secepat
itu sampeyan ungkapkan itu padaku mas?” tanya Naza..
“aku tak mau
kehilangan dirimu, hatiku hanya ada 1 nama yaitu namamu dek. Aku juga
sebenarnya aku sudah mengenal jauh tentang sampeyan, termasuk dari bapakmu dek.
Mungkin sampeyan nggak tau.. maaf ya.. gimana perasaanmu padaku?”
“cinta yang
sampean berikan untukku begitu murni dan indah. Dalam rangkaian kata-kataku tak
mampu mendefinisikan kata ‘cinta’ mas. ‘cintaku juga padamu’. Aku juga
sebenarnya sudah mengenal sampeyan lumayan jauh mas, mungkin sampeyan juga
nggak tau tha? Namun sampeyan harus tau bahwa aku masih ingin mengejar
mimpi-mimpi indah yang belum berhasil
aku rangkul. Aku berharap sampeyan selalu menyemangatiku, namun dalam
kamus kehidupanku hanya ada kata ta’aruf” jelas Naza panjang lebar.
Seketika Farhan berkata pada Naza
“Aku akan setia padamu dek”
Kecelakaan ringan di sudut jalan melati
yang sepi itu memberikan arti yang begitu fenomenal di hati Naza. Senja itu.
Disaat banyak orang tak mengerti arti senja sesungguhnya, tapi Naza mampu
mengerti akan arti senja itu. Karena senja itulah sangat berjasa atas pertemuan
antara Naza dan Farhan. Dulu menjadi senja yang tak terduga. Namun kini
kerlingan sinar senja yang jelita memeluk Naza. Yaitu sinar bintang senja dalam
semburat cinta.
Tamat
2 komentar:
saya suka saya suka :-)
Hahaa mkasih
Posting Komentar