Jumat, 15 Desember 2017

Pamit

Tentang Pamit,
Bolehkah aku permisi?
Meninggalkan segala kenang
Juga dusta yang perlahan kau timang
Menepikan segala harap
Satu,  Jangan lagi kau dekap
Tanpa kau tau,
Ada jiwa yang lelah
Menunggu pasti dengan segunung pasrah
Pamit, dengan membawa rindu.
Dan rasaku yang (mungkin) masih padamu.

Kamu dan senja

Menunggumu, kukira engkaulah takdirku,
Tapi seiring waktu,
Ternyata itu hanya semu.

Pernah kuberbagi senja dalam impian bersamamu,
Saat kau begitu peduli untuk tahu segala tentang aku,
Janji membawaku ke senja tak bertepi,
Nyatanya itu hanya bertahan sebatas memori.

Kini harus kulepas seiring senja demi senja tanda berganti hari,
Melepasmu,
Seperti merelakan senja di satu hari,
Untuk kemudian menjemput ribuan senja.

Hingga saat itu tiba,
Ketika aku telah lebur bersama semburat jingga,
Yang tak pernah ada kata usai bahkan hingga ke ujungnya.

Karena senja terlalu jujur untuk bisa berdusta.
15 Des 2017

Kamis, 14 Desember 2017

.

Langitku kembali menangis siang tadi. Senja, masih mengeluhlah engkau? Hampir setiap hari tertutup mendung.
Senja yang kian tertutup awan gelap, aku rindu jinggamu. Jingga yang selalu menenangkanku.
Senja, aku ingin bercerita lagi.
Aku ini bagaimana?
Ada apa hari ini?
Ku ingin lupakan semua tentang hari ini.
Sungguh berat rasanya.
Senja, seketika aku menjadi sepertimu.
Siangku kembali sesak. Senjaku terisak.
Perihal hati? Tak hanya itu.
Senja, adakah selainku yang seperti ini?
Serasa ingin ku tinggalkan tempat tinggalku.
Aku malu.
Senja, aku ingin memandang jinggamu kembali. Agar kembali pula senyumku.
.
Allah, maafkan aku. Mengeluh (lagi).
Haruskah ku terima ini dengan waktu yang selalu bersamaan? Tentang hati, lingkungan, dan keadaan?
Gusti, sabarkan hatiku. Kuatkan pula fikiranku.
Jika dengan ini aku kembali dekat kepadaMu, ku mohon tetap beri aku kekuatan.
Rabbi, sehatkan tubuh yang lemah ini.
Rabbi, perbaiki akhlak kami untuk selalu berbakti.
Bakti kepada ilahi dan famili.
Rabbi, tabahkan ibu dan ayah atas segala urusan duniawi dan ukhrawi. Aamiin.
________
14122017

Senin, 11 Desember 2017

Senja

Senja, apa kabar?
Serasa lama tak menyapamu.
Aku rindu.
Senja, aku punya berbagai cerita untuk kita nikmati bersama ketika rindu menemukan kita.
Tapi, kapan?
Senja, aku benar-benar rindu.
Rona jingga yang pudar ditelan malam, kapan lagi ku memandangmu?
Kapan lagi kau menenangkanku?
Salahku, terlalu sibuk menggapai cita.
Terlalu sibuk bermimpi.
Hingga waktu kita terabaikan.
Senja, simpanlah indahmu untukku kelak.
Walau kini, awan gelap selalu mengganggu.
Ketahuilah, aku terlalu lelah menyimpan berbagai cerita ini sendiri.
Senja, segeralah kembali bersinar.
Aku akan menemuimu.
Kumpulan warna yang menjadi satuan keindahan, senja.
_______
01:23 WIB

Jumat, 08 Desember 2017

Sabarku menjadi sadar

Ingin ku mengatakan, tapi entah darimana.
Sabarku selama ini telah hilang kabar. Sudah tidak adakah?
Sabar yang selalu ku ikuti  kini berubah menjadi sadar.
Sabar untuk tetap bertahan dengan rasa sakit, hingga sadar bahwa terlalu sakit dan terlalu lama. Sadar bahwa aku lebih baik pergi tanpa sebuah rasa.
Aku takut. Semakin aku sadar, semakin aku tak melihat sabar.
Ketahuilah, aku lelah.
Berulang kali merasakan perihal yang sama.
Serasa luka yang terbuka kembali yang padahal belum sepenuhnya kering.
Bukan salahmu. Hanya aku yang egois. Egois untuk memilikimu sendiri. Tanpa ada tangan yang lain.
Itu hakmu. Dan kembali, aku memang bukan siapa-siapa.
Bebas? Iya kamu bebas.
Hanya perasaanku saja yang takut kehilangan (lagi)
Terlalu sering kumerasakan, hingga akhirnya aku lelah.
.
Kamu lihat hujan di senja hari kemarin?
Ketika kamu pun tak dapat melihat indahnya senja kemarin.
Masihkan Indah senja saat ini? Ataukah akan Indah senja esok?
Mendung dan hujan selalu saja menang.
.
Begitulah, hatiku.
Aku takut, akankah masih Indah hariku esok?
Aku belajar, jika baru sekejap saja kamu mampu mengulangnya, lalu bagaimana dengan yang akan datang?
Berapakah kesempatan yang sudah kita lalui?
Berapa kali jua kah sia-sia kesempatan itu?
Aku hanya takut.
Kembali pada rasa takut.
Aku yang dulunya tak berani menjamah perihal hati, dan kamu yang mengajariku.
Hingga ku lupa dengan takut.
Namun kini? Kamu jua kah yang membawaku kembali pada rasa takut?
Aku benar-benar takut.
Aku telah dikecewakan.
.
Ya sudah, aku akan diam.
Aku diam untuk diriku.
Aku berbenah.
Bukan untuk mendiamimu.
Tapi untuk kita berkoreksi.
.
Aku ingin sendiri.
Tanpa ada yang kupercaya.
Tak satupun.